JAMAAH, JAMIYAH, DAN THORIQOH

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan Islam terbesar di Indonesia yang didirikan pada 31 Januari 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari bersama para ulama di Jombang, Jawa Timur (Azra; 2000). NU berperan penting dalam perkembangan Islam di Indonesia dengan karakteristik yang mencakup jamaah, jamiyah, thoriqoh, dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja).

Jamaah (جماعة) dalam konteks NU mengacu pada komunitas umat Islam yang berkumpul untuk tujuan keagamaan bersama. NU sebagai jamaah mencerminkan kelompok umat yang bersatu dalam praktik keagamaan dan kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran NU. Sejak masa Wali Songo pada abad ke-15 dan ke-16, NU telah menjadi cikal bakal komunitas-komunitas keagamaan yang mengikuti ajaran Islam dengan cara yang khas (Hasan; 2011). Wali Songo, sebagai penyebar Islam di Indonesia, membentuk jamaah dengan karakteristik lokal yang khas.

Sebagai jamiyah (جمعية), NU berfungsi sebagai organisasi terstruktur yang menjalankan berbagai program sosial, pendidikan, dan keagamaan. Sejak didirikan pada tahun 1926, NU telah mengembangkan berbagai unit dan lembaga di tingkat cabang, wilayah, dan pusat untuk menjalankan program-programnya secara sistematis (Azra; 2000). NU beroperasi dengan struktur formal dan memiliki tujuan yang jelas dalam mendukung kesejahteraan umat dan masyarakat melalui berbagai inisiatif.

Thoriqoh (طريقه) dalam NU mencerminkan metode spiritual dan cara hidup berdasarkan ajaran Islam. Thoriqoh sering berkaitan dengan ajaran tarekat dan sufisme yang mengajarkan metode hidup spiritual dan etika mendalam. Dalam NU, thoriqoh diintegrasikan melalui pendidikan pesantren dan ajaran tasawuf yang diturunkan dari masa Nabi Muhammad SAW dengan sanad ilmu yang jelas (Bruinessen; 1994). NU menjaga kesinambungan tradisi thoriqoh melalui pelatihan spiritual dan praktik keagamaan yang membantu anggotanya mendekatkan diri kepada Allah.

Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) adalah salah satu aspek penting dari ajaran NU. Ahlus Sunnah Wal Jamaah merupakan aliran yang mengikuti prinsip-prinsip Sunni dalam Islam, mengedepankan pemahaman dan praktik yang berdasarkan pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan konsensus (ijma’) para ulama (Wahid; 2004). NU mengidentifikasi dirinya dengan Aswaja sebagai pondasi dalam beragama, yang meliputi ajaran tentang akidah, ibadah, dan akhlak yang sesuai dengan tradisi Sunni. Dalam konteks Ahlu Sunnah wal Jamaah (Aswaja) Nahdliyah, NU mengadopsi dan mengembangkan ajaran Sunni dengan menekankan pada keseimbangan antara ajaran syariat, tarekat, dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari (Azra; 2000).

Dengan demikian, NU berfungsi sebagai jamaah yang menyatukan umat dalam praktik keagamaan, sebagai jamiyah yang mengorganisir kegiatan sosial dan keagamaan secara terstruktur, sebagai thoriqoh yang mengintegrasikan ajaran spiritual, dan sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang berpegang pada ajaran Sunni. Ketiga aspek ini, ditambah dengan penekanan pada Aswaja, saling melengkapi dan memperkuat peran NU dalam membentuk masyarakat yang beriman, berilmu, dan teratur, serta dalam menjaga kesinambungan tradisi keagamaan yang baik.

Referensi

  • Azra, A. (2000). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Penerbit Mizan.
  • Bruinessen, M. van (1994). Kitab Kuning, Pesantren dan Kajian Klasikisme Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
  • Hasan, N. (2011). Islamic Radicalism and Anti-Moderate Islam in Indonesia. Jakarta: Penerbit Kencana.
  • Wahid, A. (2004). Membangun Masyarakat Madani: NU dan Pembangunan Sosial. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

 

Anamsa Ida Nasni, LPNU

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *