Boyolali, 09 September 2024, Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang didirikan pada 31 Januari 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari bersama para ulama di Jombang, Jawa Timur (Azra; 2000). Sebagai Rumah Besar, NU berfungsi untuk menyatukan jamaah (komunitas keagamaan) dalam jamiyah (organisasi terstruktur) dengan cita-cita serta tujuan luhur yang berkaitan dengan peradaban.
NU sebagai Rumah Besar mencerminkan perannya sebagai wadah yang menyediakan dukungan dan fasilitas bagi umat Islam. Sebagai rumah besar, NU menyatukan berbagai aspek kehidupan umat Islam dalam satu komunitas yang harmonis. Dalam hal ini, NU berfungsi sebagai jamaah (جماعة), yaitu komunitas umat Islam yang bersatu dalam praktik keagamaan dan kehidupan sehari-hari (Azra; 2000). NU menghubungkan umat dengan ajaran Islam melalui berbagai kegiatan keagamaan, pendidikan, dan sosial yang dilakukan dalam struktur organisasi yang terintegrasi.
Jamiyah (جمعية) dalam NU menunjukkan bahwa organisasi ini memiliki struktur formal dan teratur untuk menjalankan berbagai program dan aktivitas. NU berfungsi sebagai jamiyah dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, sosial, dan keagamaan di berbagai tingkat: cabang, wilayah, dan pusat (Hasan; 2011). Struktur ini memungkinkan NU untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan memastikan keterlibatan anggota dalam berbagai program yang mendukung kesejahteraan umat.
Konstitusi dan Konsep Berpikir KH. Hasyim Asy’ari
Konstitusi NU sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, yang merinci visi, misi, dan struktur organisasi NU. AD/ART NU menetapkan bahwa tujuan utama NU adalah untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam melalui pengembangan pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan ekonomi. Konstitusi ini mencerminkan komitmen NU untuk menjalankan ajaran Islam dalam kerangka yang relevan dengan konteks sosial dan budaya Indonesia (AD/ART NU; 2022).
- Hasyim Asy’ari sebagai pendiri NU memiliki kontribusi besar dalam membentuk dasar-dasar konstitusi dan konsep berpikir yang mendasari NU. Konsep berpikir KH. Hasyim Asy’ari dikenal dengan pendekatan yang mengintegrasikan ajaran Islam dengan realitas sosial. Ia menekankan pentingnya fikih (ilmu hukum Islam) yang aplikatif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. KH. Hasyim Asy’ari juga mendorong penerapan tasawuf (sufisme) dalam konteks sosial untuk membangun karakter dan akhlak umat (Bruinessen; 1994). Konsep ini mencerminkan keseimbangan antara aspek spiritual dan praktis dalam kehidupan sehari-hari, serta keberagaman dalam pendekatan keagamaan yang inklusif.
Kontribusi Gus Dur dan Gus Yahya
Gus Dur (Abdurrahman Wahid) dan Gus Yahya (Yahya Cholil Staquf) melanjutkan warisan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dengan memberikan kontribusi signifikan terhadap visi dan misi NU. Gus Dur dikenal dengan pemikiran progresifnya dan upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai pluralisme dan demokrasi dalam ajaran Islam. Kepemimpinannya berfokus pada pembaharuan sosial yang inklusif dan toleran (Rasyid; 2009). Gus Yahya, sebagai Ketua Umum PBNU saat ini, meneruskan visi tersebut dengan mengedepankan relevansi NU dalam konteks globalisasi dan tantangan kontemporer, serta memperkuat jaringan internasional. Gus Yahya menekankan tiga cita-cita utama NU: tercipta rahmat bagi alam semesta, merawat jagat, dan membangun peradaban (Staquf; 2021). Konsep ini menunjukkan komitmen NU untuk memperluas dampaknya ke seluruh aspek kehidupan, baik lokal maupun global.
Cita-Cita dan Tujuan Luhur NU
Cita-cita NU meliputi tercipta rahmat bagi alam semesta dengan mendasarkan kegiatan organisasi pada prinsip-prinsip keadilan dan kasih sayang, serta merawat jagat melalui pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. NU juga berfokus pada membangun peradaban yang inklusif dan beradab sesuai dengan prinsip Islam. Ini terlihat dari berbagai program NU yang mendukung pendidikan, ekonomi, dan sosial (Wahid; 2004). Makariman akhlaq, atau pembentukan akhlak mulia, adalah bagian integral dari tujuan NU. Hal ini mencerminkan upaya NU dalam membentuk masyarakat yang memiliki etika dan moral yang tinggi.
Kesimpulan
Nahdlatul Ulama berfungsi sebagai Rumah Besar yang menggabungkan jamaah dalam jamiyah, dengan cita-cita peradaban yang luhur. Melalui struktur organisasi yang teratur dan komitmen terhadap pengembangan sosial, NU berperan dalam mengintegrasikan ajaran agama dengan kebutuhan masyarakat. Konstitusi NU dan konsep berpikir KH. Hasyim Asy’ari, yang menekankan keseimbangan antara ajaran agama dan kebutuhan praktis, serta kontribusi Gus Dur dan Gus Yahya dalam membentuk visi dan arah NU, memperkuat komitmen NU terhadap peradaban yang lebih baik. Cita-cita NU untuk menciptakan rahmat bagi alam semesta, merawat jagat, dan membangun peradaban menunjukkan dedikasi organisasi ini untuk membangun masyarakat yang adil, beradab, dan sejahtera.
Referensi
- AD/ART NU (2022). Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama. Jakarta: Penerbit NU Press.
- Azra, A. (2000). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Penerbit Mizan.
- Bruinessen, M. van (1994). Kitab Kuning, Pesantren dan Kajian Klasikisme Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
- Hasan, N. (2011). Islamic Radicalism and Anti-Moderate Islam in Indonesia. Jakarta: Penerbit Kencana.
- Rasyid, I. (2009). Gus Dur: Mengurai Gelombang Demokrasi. Jakarta: Penerbit Tempo.
- Staquf, Y. C. (2021). Mempertahankan Tradisi, Menyongsong Masa Depan: Kepemimpinan NU di Era Global. Jakarta: Penerbit NU Press.
- Wahid, A. (2004). Membangun Masyarakat Madani: NU dan Pembangunan Sosial. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.